Ingin menjadi yang terbesar di
ASEAN
Dwi Soetjipto telah tiga dekade lalu malang melintang
di industri semen nasional. Dwi pun kenyang dengan asam garam di industri ini.
Tak heran bila di bawah kepemimpinannya, PT Semen Indonesia Tbk sukses menjadi
holding semen terbesar di Indonesia.
Perusahaan ini merupakan hasil merger beberapa
perusahaan semen dalam negeri. Antara lain Semen Gresik, Semen Tonasa, dan
Semen Padang. Bahkan di tahun 2012 lalu, Semen Indonesia juga mengambil alih
kepemilikan 70% saham perusahaan semen di Vietnam, Thang Long Cement Joint
Stock Company (TLCC).
Lewat akuisisi itu, Semen Indonesia bukan saja menjadi
raja di negeri sendiri. Tapi juga sudah berjaya di level regional. Hal ini
ditandai dengan masuknya Semen Indonesia di pasar semen Asia Tenggara.
"Kami mulai membuka pasar di lima negara Asia
Tenggara, seperti Timor Leste, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Singapura,"
kata Dwi kepada KONTAN, belum lama ini.
Semen Indonesia kini menargetkan kapasitas produksi
menjadi 31,8 juta ton pada 2014. Angka itu naik dibanding dengan tahun lalu
sebesar 30 juta ton.
Semen Indonesia menjadi pabrik terbesar di Asia
Tenggara, mengalahkan Siang Cement dari Thailand yang memiliki kapasitas
produksi sebesar 24 juta ton per tahun. Pada tahun depan, Semen Indonesia
direncanakan berproduksi 33,3 juta ton semen.
Tak bisa dipungkiri, sebagai pemimpin perusahaan, ia
telah menyebabkan Indonesia disegani oleh negara tetangga lewat kinerja
cemerlang Semen Indonesia.
Keluarga kurang mampu
Apa yang dicapai sekarang oleh Dwi Soetjipto ini
benar-benar dimulai dari bawah. Bahkan, Dwi terlahir dari keluarga yang
benar-benar kurang mampu. "Saya bukan dari keluarga mapan," tutur
Dwi, kepada KONTAN.
Kendati sejak kecil hidup susah, Dwi sudah memiliki
tekad yang kuat untuk menjadi orang sukses. Makanya, ia berambisi melanjutkan
pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
Menurut Dwi, pada zamannya tidak masuk akal orang
kampung bisa kuliah. Terlebih, orangtuanya tidak mampu membiayai kuliahnya.
Ayah dan ibunya merupakan petani miskin dari Kediri, Jawa Timur. Kedua orangtuanya buta huruf dan tidak lulus sekolah dasar. Kendati bukan orang berpendidikan, orangtuanya selalu mendukung keinginannya buat kuliah.
Ayah dan ibunya merupakan petani miskin dari Kediri, Jawa Timur. Kedua orangtuanya buta huruf dan tidak lulus sekolah dasar. Kendati bukan orang berpendidikan, orangtuanya selalu mendukung keinginannya buat kuliah.
Pada tahun 1966, Dwi ikut orangtuanya pindah
kerja ke Surabaya. "Tapi bekerja serabutan, seperti kuli angkut, dan ibu
saya juga cukup lama jadi pembantu, saya juga selalu ikut membantu mereka,"
kisah Dwi.
Walau hidup susah, Dwi akhirnya tetap bisa kuliah di
Teknik Kimia ITS Surabaya. Namun, orangtuanya hanya sanggup membiayai kuliahnya
selama setahun. Untunglah, kakeknya ikut membantu biaya kuliahnya dengan
menjual sawah. Karena banyak kebutuhan, hasil menjual sawah tidak cukup buat
kuliah.
Untuk meringankan biaya kuliah, setiap awal semester
Dwi selalu sibuk mencari surat keterangan tidak mampu ke kelurahan. Selain itu,
ia juga berusaha mencari beasiswa dengan belajar sungguh-sungguh.
Lantaran nilai kuliahnya bagus, Dwi akhirnya mendapat
beasiswa dari kampusnya. Di tahun 1979, ia bahkan menyabet penghargaan
sebagai mahasiswa teladan dari kampusnya. "Saya lulus dengan nilai
terbaik pada tahun 1980," ujarnya.
Lulus kuliah, Dwi langsung berkiprah di industri semen
dengan bekerja di PT Semen Padang. Perkenalannya dengan perusahaan semen yang
berbasis di Sumatra Barat itu bermula saat Semen Padang memasang iklan lowongan
kerja di kampusnya.
Tanpa pikir panjang, ia langsung mengajukan lamaran
dan diterima. Sejak itu ia hijrah ke Sumatra Barat. "Saya juga mau karena
Semen Padang saat itu sedang berkembang," paparnya.
Saat pertama diterima, ia tak pernah memperhitungkan
berapa gaji yang didapat. Dwi mengawali karier dengan menjadi staf di bagian
produksi lapangan dari tahun 1980 hingga tahun 1983.
Dari bagian lapangan ia lalu dimutasi ke bagian
penelitian dan pengembangan (Litbang). Ia menekuni karier sebagai staf Litbang
sejak tahun 1983 hingga 1984.
Saat ditaruh di bagian Litbang, awalnya ia sedikit
khawatir akan kariernya. Sebab, menurut Dwi, pekerjaan menjadi Litbang berarti
"sulit berkembang".
Namun, sebagai karyawan ia tetap jalani pekerjaan itu
dengan sungguh-sungguh. Bahkan, Dwi selalu menggarap pekerjaan tambahan,
sehingga dipercaya oleh atasannya untuk mengembang jabatan tersebut.
Lantaran kinerjanya dianggap baik, pada periode 1984
hingga 1988, ia lalu dipromosikan sebagai Kepala Biro (Kabiro) Perencanaan dan
Pengembangan Personel yang menangani pendidikan dan pelatihan karyawan.
"Biro ini sebelumnya tidak ada, dan saya seringkali ditugaskan oleh kantor
dengan keadaan yang sebelumnya tidak ada," katanya.
Saat ditunjuk menjadi Kabiro Perencanaan dan
Pengembangan Personel, awalnya ia juga ragu. Sebagai sarjana teknik, ia lebih
menaruh minat pada pekerjaan lapangan.
Namun, sama halnya ketika ditaruh di Litbang, ia
menekankan dirinya bahwa apa pun pekerjaannya harus bisa dijalani dengan baik.
"Pekerjaan kami ini kerjaan service, jadi service sebaik-baiknya,
khususnya orang yang training harus di-service dengan baik," ujarnya.
Ketika menjabat Kabiro Perencanaan dan Pengembangan
Personel, ia juga dipercayai mengambil alih proyek pembangunan pabrik yang
tidak selesai dilakukan oleh perusahaan semen asal India. "Proyek tersebut
kami selesaikan, pihak India itu dipulangkan oleh Presiden Soeharto saat
itu," terangnya.
Ia lalu dipercaya menjadi Kepala Bagian Produksi di
pabrik baru itu. Jabatan itu diembannya selama kurun waktu 1988 sampai 1990,
merangkap Kabiro Perencanaan dan Pengembangan Personil PT Semen Padang.
Sukses dengan jabatan itu, ia lalu diangkat menjadi
Kepala Departemen Litbang di tahun 1990 hingga tahun 1995. Karier Dwi terus
melesat. Tahun 1995, ia meraih posisi strategis pertamanya sebagai Direktur
Litbang Semen Padang sampai tahun 2003.
Selanjutnya selama kurun waktu 2003 s/d 2005, ia
diangkat menjadi Dirut Semen Padang. Sebagai pemimpin perusahaan, kala itu ia
dihadapkan pada sejumlah tantangan. Antara lain, rencana merger BUMN semen
dalam satu holding, termasuk di dalamnya Semen Padang.
Rencana ini mendapat penolakan keras dari serikat
pekerja di Semen Padang. Selama hampir empat bulan penuh serikat pekerja
melakukan aksi demonstrasi menolak rencana itu. "Saya pun tidak bisa
datang ke kantor. Untung produksi tetap berjalan dan bisa ditangani,"
katanya.
Memimpin Semen Indonesia
Rencana itu belum terealisasi sampai akhirnya ia
ditunjuk pemerintah untuk menempati posisi penting di perusahaan semen lainnya
milik negara, dengan menjabat Dirut PT Semen Gresik.
Ketika memimpin Semen Gresik ini rencana merger BUMN
semen kembali gencar. Sebagai pimpinan perusahaan, ia menyadari bahwa rencana
itu tidak mudah direalisasikan. Menurutnya, ada banyak potensi sekaligus
masalah dan tantangan yang dihadapi perseroan terkait rencana itu.
Masalah menjadi selesai ketika merger sepakat memakai
nama Semen Indonesia. "Awalnya mau pakai nama Semen Gresik tapi banyak
penolakan," ujarnya.
Merger beberapa BUMN semen ini tuntas pada 2012 dan
Dwi ditunjuk menjabat sebagai dirut sampai sekarang. Dwi memiliki prinsip,
dalam mengembangkan perusahaan harus ada perubahan yang lebih maju. "Jadi
perhatian saya adalah melakukan perubahan," ujarnya.
Sebagai pemimpin perusahaan, Dwi berambisi Semen
Indonesia menjadi pemain utama di level regional. "Pada tahun 2017, kapasitas
produksi bisa melebihi 40 juta ton per bulan," ujarnya.
Dari segi pemasaran, Semen Indonesia terus bergerak
merambah Asia Tenggara. Setelah sukses mengakuisisi TLCC Vietnam, kini Semen
Indonesia sedang menyasar pasar Myanmar.
Ia ingin Semen Indonesia bisa bersaing secara regional
menyusul akan diberlakukannya Asean Economi Comunity pada 2015.
"Sebanyak–banyaknya kami masuk ke negara tetangga," ujarnya.
Menurut Dwi, sampai saat ini Semen Indonesia sudah
merambah pasar tujuh negara dari 11 negara Asia Tenggara. Untuk menjadi
produsen semen terbesar di Asia Tenggara, ia fokus melakukan ekspansi dalam
sejumlah hal. Antara lain meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran.
Guna meningkatkan kapasitas produksi, saat ini
perusahaan sedang membangun pabrik di Rembang, Jawa Tengah, dan di Padang,
Sumatera Barat.Dari segi efisiensi produksi, perusahaan juga fokus
mengembangkan energi murah.
"Kami juga juga terus memperkuat citra perusahaan
lewat sejumlah program corporate social responsibility (CSR)," ujarnya.
Dalam hal manajemen, ia terus memperkuat manajemen resiko. Ini mencakup
pengelolaan manajemen risiko lebih baik.
0 Response to "ANAK PETANI YANG MEMIMPIN PERUSAHAAN SEMEN TERBESAR ASEAN"
Posting Komentar